Ketika bencana
melanda Indonesia seperti gempa, banjir, atau tsunami, tidak sulit menemukan
orang yang mau turun tangan membantu korban, baik sebagai relawan yang terjun
langsung di lapangan membantu, menitipkan bantuan berupa sandang, pangan bahkan
papan, atau donasi uang melalui lembaga kemanusiaan untuk diolah sesuai dengan
apa yang dibutuhkan korban bencana.
Seperti halnya
bencana yang akhir-akhir ini lebih sering menimpa Indonesia di musim penghujan
seperti banjir. Beberapa daerah telah dilanda banjir, sebut saja yang tidak
lama ini paling menyitakan perhatian adalah banjir di Kalimantan Selatan.
Namun, selang waktu beberapa hari, banjir merendam pemukiman warga di Subang
dan Karawang. Belum lagi banjir lainnya di Jakarta yang memang sudah menjadi
langganan banjir hampir setiap
tahunnya.
Beruntungnya,
masyarakat, sektor swasta, instansi pemerintah, dan lembaga kemanusiaan
memiliki kepedulian tinggi dan responsif dalam memberikan bantuan kepada korban
dan penyintas banjir. Kenyataannya, menurut survei Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index,
Indonesia
memang tercatat sebagai negara paling dermawan di dunia. Namun,
apakah teman-teman tahu bantuan yang diberikan itu sudah sesuai kebutuhan para
penyintas atau tidak?
Permasalahan ini
perlu kita rundingkan bersama, sebab jika bantuan yang diberikan percuma, maka
hanya akan menumpuk sampah karena bantuan tersebut bukan yang dibutuhkan warga.
Memang sudah seharusnya terbesit dipikiran kita bahwa penyintas memerlukan
beberapa bantuan yang sekiranya mereka butuhkan atau tidak, dengan melihat apa
jenis bencananya, seberapa besar dan lamanya dampak yang ditimbulkan untuk
warga.
Bantuan yang kita
berikan seharusnya bantuan yang tidak akan menimbulkan perkara baru dalam
jangka waktu yang panjang. Menyalurkan bantuan berupa pakaian layak pakai (PLP)
misalnya, seringkali ini menjadi masalah di lokasi bencana karena kurangnya
pengetahuan masyarakat terkait etika yang perlu dipahami ketika hendak
menyalurkan bantuan PLP. Tidak hanya soal jumlahnya yang berlebihan, tetapi kualitasnya
yang kadang tidak semuanya layak pakai lalu berujung menjadi sampah yang
menumpuk. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua bencana memerlukan donasi PLP
seperti gempa bumi, kalaupun ada kebutuhan, jumlahnya tidak akan signifikan dan
tidak sembarang pakaian, kualitas dan fungsi pakaian juga harus menjadi perhatian.
Bila ingin berdonasi makanan, sebaiknya
makanan seperti mie instan tidak menjadi pilihan karena jika
dikonsumsi rutin justru akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga penyintas
rentan terkena penyakit. Oleh karena itu, menyaluran makanan bergizi yang dapat
bertahan lama seharusnya lebih dioptimalkan.
Selain makanan
yang bergizi, dukungan berupa air bersih menjadi salah satu yang paling
dibutuhkan warga khususnya korban banjir untuk menjaga kebersihan diri dan
memasak makanan. Vitamin dan obat-obatan, cairan antiseptik, hingga tempat
sampah dapat dimanfaatkan warga untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan
tempatnya tinggal.
Pada dasarnya
berbuat baik itu tidak salah, namun berlandaskan baik saja tidak cukup, sebab
jauh dari itu, sudah sepatutnya kita bertanya apakah kebaikan yang kita lakukan
ini bermanfaat? Jangan sampai niatnya baik tapi manfaatnya sedikit, bahkan bisa
menimbulkan masalah baru yang lebih luas. Donasi ke lembaga kemanusiaan yang
terpercaya tidak ada salahnya, sebab mereka yang terjun langsung ke lapangan
sangat tahu apa yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan korban. Yuk bijaksana
dalam berdonasi!