• Kursus Online
  • Kursus Offline
  • Inspirasi
  • Log In
  • Register

Belajar Merdeka dari Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka

  • Garizah Sarinase
  • 20 Jan 2021
  • Inspiring
  

Berbicara tentang tokoh nasional yang dibanggakan bangsa Indonesia memang tidak akan ada habisnya. Dari generasi ke generasi, akan selalu ada seorang manusia yang menciptakan sejarah tentang dirinya untuk dipelajari generasi penerusnya.

Mengawali pembahasan terkait #InspirasiTokoh ini, Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka tentu bukan pilihan yang salah.

Tan Malaka, mungkin sempat menjadi salah satu pahlawan yang terlupakan namanya. Namun, bagi generasi masa kini, tidak sulit menemukan buku fenomenalnya, Madilog (Materialistik, Dialog, dan Logika) di berbagai platform digital atau toko buku. Namun, mengenal Tan Malaka tidak cukup hanya sekedar tahu sosoknya yang cerdas dan suka menulis buku ini. Lebih dari itu, gagasan dan pemikiran cemerlangnya telah menyumbangkan sejarah dalam perkembangan tatanan kehidupan bangsa Indonesia.

Ada banyak kisah terkait masa muda atau perjuangan Tan Malaka menentang antikolonialisme di Hindia Belanda yang bisa kamu baca dibuku-buku sejarah atau situs internet lainnya, namun kali ini penulis ingin mengajak teman-teman belajar bersama menumbuhkan jiwa muda dan pantang menyerah bersama melalui kisah hidup sosok satu ini.

Tan Malaka muda adalah pemuda yang cerdas. Pemuda Minangkabau yang sejak usia 5 tahun telah mempelajari ilmu agama dan beladiri Pencak Silat. Ketika berusia 11 tahun, Ia mendaftarkan diri ke Kweekschool, sekolah calon guru di Fort de Kock (sekarang bernama Kota Bukittinggi) pada zaman Hindia Belanda dengan pengantar Bahasa Belanda.  Di sana, dia menyukai pelajaran Bahasa Belanda, bahkan diminta jadi guru Bahasa Belanda.

Lulus dari Kweekschool, Tan Malaka melanjutkan studinya di Rijkskweekschool (Sekolah Kejuruan Guru Kerajaan/Negeri) di kota Haarlem, Belanda. Pada masa itulah Tan Malaka mulai belajar ilmu filsafat ekonomi sosial yang saat itu tengah berkembang di Eropa.

Hobinya membaca buku membentuk pola pikirnya. Tan Malaka menulis beberapa buku seperti Naar de Republiek Indonesia yang menjadi cikal bakal berdirinya Indonesia sebagai negara republik. Melalui bukunya, Tan Malaka mengajak kaum cendekiawan Indonesia untuk berjuang meraih kemerdekaan dan peka terhadap hati nurani rakyat.

Nah setelah menyelesaikan studinya di Belanda, Tan Malaka menjadi guru Bahasa Melayu untuk anak-anak buruh perkembunan teh dan tembakau di Sanembah, Sumatera Utara. Dari pengalaman mengajar inilah, Tan Malaka melihat secara langsung penderitaan kaum buruh perkebunan teh yang diupah rendah, sering ditipu karena buta huruf dan tidak lancar berhitung, diperas keringatnya habis-habisan di tanah kelahiran sendiri.

Berbekal dari semangat membela kaumnya ini, serta pengetahuan sosial politik yang dia pelajarin selama di Eropa, Tan Malaka memutuskan untuk bergabung dengan organisasi ISDV, organisasi bentukan para anggota partai buruh di negeri Belanda tahun 1914 yang bermukim di wilayah Hindia Belanda. Organisasi ISDV memperjuangkan hak kepemilikan tanah dan alat produksi kepada rakyat agar tidak dimonopoli oleh kaum pemilik modal dan kolonial asing.

Melihat penderitaan para buruh, Tan Malaka memutuskan pindah ke Jawa dan ikut berjuang bersama PKH. Di Semarang, Tan Malaka dipercaya untuk merintis Sekolah Rakjat untuk menjadi guru sekaligus kepala sekolah. Ternyata, setelah bergabung dengan PKH, Tan Malaka enggak cuma sibuk ngajar mencerdaskan rakyat doang, tapi juga ikut berjuang di serikat pekerja/buruh di seluruh Jawa. Semuanya, diikuti oleh Tan Malaka agar hak para buruh dapat dibela oleh orang-orang terdidik.

Perlahan mendapat kepercayaan dari para buruh karena perjuangannya melawan penindasan terhadap para pekerja, lama kelamaan, pemerintah kolonial Belanda gerah dengan satu tokoh ini yang membuat situasi bisnis mereka kacau, sampai akhirnya Tan Malaka ditangkap polisi Belanda dan diasingkan ke Belanda biar enggak bisa memimpin pemberontakan lagi.

 

Namun, diasingkan ke Belanda bukan akhir dari segalanya bagi Malaka, justru rasa ingin memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sepenuhnya semakin membara. Tan Malaka malah ikut partai komunis bahkan menjadi salah satu yang disegani di sana.

 

Tidaklah berlebihan jika kita menyebut bahwa Tan Malaka adalah salah satu Founding Father bangsa Indonesia yang telah mengabdikan seluruh hidupnya menjadi bagian dalam kemerdekaan Indonesia.

 

Dari kisah kehidupan Tan Malaka ini, seorang pahlawan yang menghabiskan masa mudanya untuk belajar dan menyuarakan kemerdekaan Indonesia, dikenal sangat kental dengan gerakan kiri, sosialis, atau komunis, meski ditentang dan menjadi musuh besar pada era pemerintahan Orde Baru. Namun, Tan Malaka tidak menyerah, meski berseberangan pendapat dengan para pendiri bangsa Indonesia lainnya seperti Soekarno, Hatta, atau Sjahrir, Tan Malaka tetap teguh pada apa yang diyakininya.

 

Dari karakter seorang Tan Malaka, sebagai generasi muda yang bisa menikmati hasil jerih payah para pejuang kita, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang sampai meregam nyawa dalam memperjuangkan kemerdekaan, termasuk Tan Malaka, tugas kita adalah menjadi penerus, berjuang dengan cara yang berbeda, meski dengan pemahaman yang berbeda tentang makna sesungguhnya “kemerdekaan”. Namun, rasa cinta pada tanah air jangan sampai terlupakan, meski harus belajar mencari ilmu ke negeri seberang, dedikasi untuk kemajuan negara haruslah tetap terpatri.


Ini kisah Tan Malaka, apa kamu sudah cukup mengenal perjuangannya?


“Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putera Indonesia tempat darahmu tertumpah” 

Tan Malaka, Massa Aksi (1927)

Bagikan artikel ini di
Jl. Sawi No.139, Beji Kota Depok - Jawa Barat 16421
(021) 77805706
  • Sejarah
  • Visi Misi
  • Legalitas
  • Inspirasi
  • Kebijakan Privasi
  • Syarat & Kondisi
  • Login
  • Register
Copyright © 2021 Sekolah Relawan